Senin, 06 Januari 2014

CITA CITAKU SELUAS LUMPUR

CITA CITAKU SELUAS LUMPUR
Pagi ini tak ada bedanya dengan hari-hari sebelumnya, aroma yang khas itu masih ada. Aku sebut khas karena aroma itu bak pedang yang menusuk tubuh. Memang aromanya menusuk, menusuk indra penciuman dan jangan bayangkan baunya seperti masakan di hotel-hotel bintang lima. Baunya seperti kentut lebih tepatnya seperti bau belerang. Padahal aku berharap ada perubahan pada pagi ini.

Aku tinggal disini, di sebuah kota yang ramai, sibuk dan tentu saja ada lautan lumpur yang baunya luar biasa. Sebelumnya kotaku tak seperti ini, kotaku luas, tak berlumpur dan penduduknya pun tak mudah naik darah seperti sekarang.

Setiap sore aku bermain layang-layang di tepi tanggul, anginnya cukup kencang, layang-layangku terbang tinggi. Namun kali ini aku tak beruntung, layang-layangku putus dan lenyap seketika ditelan lumpur yang berbuih. Itu tandanya aku harus pulang ke rumah karena senja telah tiba. Sebenarnya rumahku tak jauh dari tempatku bermain layang-layang tadi, tapi lagi-lagi gara-gara ada lumpur lumpur yang semakin meluas maka kami sekeluarga harus pindah.
Cita citaku Seluas Lumpur
Suatu hari bapak terlihat sangat marah, bukan karena aku nakal juga bukan karena bertengkar dengan ibu. Awalnya aku tak tahu apa sebabnya, tapi kata ibu bapak marah karena masalah keadilan. Aku semakin tak mengerti maksud dari perkataan beliau, mungkin karena aku belum cukup umur. Setelah aku keluar rumah tampak dari jauh barisan orang-orang dengan teriakan lantang, berapi-api sama seperti bapak tadi. Aku ingin mendekat ke dalam kerumunan orang-orang itu tapi ibu melarangku serta belum pantas anak seusiaku menonton hal-hal seperti itu. Aku lantas berpikir, apakah keadilan itu dapat menghalangi cita-citaku? Apakah keadilan dapat menghilangkan lumpur dan dapat membuat bapak tak marah-marah?. Ah, entahlah itu masalah orang dewasa.

Hari ini aku mendapatkan pertanyaan yang mengejutkan dari guruku begini pertanyaannya, “Amir, menurutmu cita-cita itu bagaimana?” Aku terdiam sejenak lalu menjawab, “Cita-cita itu bagai pensil, jika kita ingin meraihnya maka kita harus berusaha dan bekerja keras seperti halnya meraut pensil agar menjadi runcing. Namun jika kita tidak bersungguh-sungguh maka kesempatan kita semakin kecil bahkan pupus seperti pensil yang semakin hari semakin pende bahkan hilang.” Tapi yang jadi pertanyaan apakah aku bisa menggapai cita-citaku itu? Aku merasa dihalangi oleh alam karena alam telah mengirimkan lumpur yang membuat sebagian kehidupanku tak tertata. Aku putus asa dan agaknya aku mulai tertular penyakit yang menggerogoti masyarakat kotaku, tentunya penyakit naik darah.

Sore harinya bapak juga bertanya mengenai cita-cita padaku tapi ini pertanyaannya berbeda. Beliau bertanya seberapa tinggikah cita-cita yang aku inginkan, tentu saja aku langsung menjawab, “Tentu saja setinggi langit pak!” Namun beliau malah tertawa, aku heran dengannya padahal kan jawaban itu betul. Bapak lalu berkata, “Mir, bapak beri tahu ya cita-cita setinggi langit itu hanya pepatah yang omong kosong. Kalau untuk anak-anak lumpur sepertimu cocoknya adalah cita-cita itu seluas lumpur.” Aku dibuat bingung dengan omongan bapak, lalu bapak melanjutkan lagi, “Lihat lumpur yang menenggelamkan rumah kita makin hari makin meluas, makin tinggi. Bisa-bisa jadi lautan! Jadi menurut bapak membuat kata-kata penyemangat itu yang sesuai dengan fakta sajalah!” Aku langsung berlari menuju rumah lamaku yang sudah tak tampak karena terendam lumpur. Disini aku merenung, merenungkan perkataan bapak dan akhirnya aku setuju dengan beliau.

Entah sampai kapan lumpur ini akan meluap, entah seluas apa lagi lumpur ini menggenang tetapi aku akan selalu berusaha mengembangkan sayap-sayapku, menunjukkan pada dunia meskipun aku hanya sosok anak lumpur dan aku akan menunjukkan bahwa cita-citaku seluas lumpur.

DMCA Protection on: http://www.lokerseni.web.id/2013/04/cita-citaku-seluas-lumpur-cerpen.html#ixzz2phHy1Av6

SENYUMLAH, SELAMA TAK PERLU PENJEPIT PIPI

SENYUMLAH, SELAMA TAK PERLU PENJEPIT PIPIPagi ini, aku cuma berbaring di ranjangku, mendengar musik dari earphone, dan membiarkan nyamuk-nyamuk berkeliaran menyedot darahku.

Aku mengibaskan air asin yang bocor dari bendungan pelupuk mataku, beberapa kali menimpa tuts keyboard netbookku, kau tahu ? pagi ini aku berhasil membuat rekor 20 status galau per jam, dan sumpah serapah dua meter panjangnya di blog. gila kan !

Ya, segila segala sesuatu yang datang mendadak, lalu menghancurkan kebahagiaanku dalam festival olahraga nasional besok. besok !
"ray !"
Mama mulai lagi ritual ketuk pintu kamar a.k.a cemas padaku. meski malas, aku tak pernah membiarkan wanita lembut itu khawatir berkepanjangan, maka aku pun bangkit, berpaling sebentar dari netbook dan segala macam caci makiku, dan....

Bruk !
Tahukah kau bagaimana rasanya saat tulang ekormu menyentuh ubin dan berbunyi, tuk ! yah..mama langsung menyerbu masuk seperti burung yang di lempar biji jagung, kemudian ia membantu mendudukkan ku dikursi, kursi istimewa untuk orang cacat, kau tahu lah...
"ray, kamu harusnya bilang dong pintunya nggak dikunci, ada yang sakit sayang ?" mama memelukku seperti bayi yang baru saja jatuh dari atas kasur.

Aku lalu melepaskan pelukan mama, " ray enam belas tahun ma..., lagi pula tiga hari terakhir ini rasanya sekujur tubuh ray kaku kayak mayat, jadi biar pun ray jatuh seribu kali, nggak akan membuat ray kesakitan..."

Lagi, aku membuat mama menangis. dihadapannya aku sepertinya kuat, tapi sebenarnya aku karung basah. aku menangis, aku mengeluh dan membawa sumpah serapah pada apapun selain pada mama. pada mama aku tak berani mengeluh, mama sendirian, aku takut ia tak sekuat aku.

Ah, semuanya sejak aku terjun dari lantai tiga sekolahku, tiga hari dimana aku akan mengangkat namaku dan nama sekolahku diajang bulu tangkis nasional tingkat pelajar.

Teman-temanku sesama ekskul bulu tangkis dan teman-teman kelasku, datang kerumahku, bukan untuk memberiku selamat atas terpilihnya aku sebagai perwakilan sekolah diajang itu, tapi untuk memberiku buah-buahan, lalu mengucapkan ' semoga cepat sembuh, tetap semangat ya !' dan mereka pulang dengan sara syukur karena masih diberi kesehatan.

Dan dan saat semuanya begitu suram dalam setiap jengkal utakku, aku bertemu orang aneh yang mulutnya penuh dengan kata-kata penuh cinta, penuh harapan, dan aku mual saat itu.

Yang ku tahu namanya zen, usianya dua puluh tahun, ia seorang motivator dan penulis buku best seller yang mengajak orang semangat hidup bla..bla..bla...aku tak mengerti mengapa ia begitu terkenal, disukai banyak orang ? apa karena ia sempurna punya hidung mancung dan kulit yang putih ? atau karena ia bisa berdiri tegak..?
“berhentilah untuk mencoba membuat ku merasa lebih baik, karena aku takkan lebih baik lagi dari ini !” bentakku padanya suatu kali.

Ia tersenyum, menampakkan lagi wajah malaikat yang sesungguhnya meluluhkan hatiku, “aku nggak pernah mencoba membuatmu lebih baik, bahkan tak juga mencoba membuat orang lain lebih baik, kamu tahu ? aku Cuma bertugas membuat orang tersenyum selama ia tak perlu penjepit pipi..”

Aku tersenyum miris, “kamu pikir ini lucu ?”

Zen diam berpura-pura berfikir, “enggak.”

Sejak itu aku malah lebih sering bersamanya, ia seperti abang yang ada dimana-mana untukku, bahkan nyamuk saja tak pernah muncul saat aku mengharapkannya ?

Sejak aku bertemu abang baruku, aku kembali sekolah meski tak lagi dijuluki bintang bulu tangkis. Tak apalah, zen bilang untuk menjadi bintang aku tak perlu kaki dan tangan yang sempurna, aku cukup punya api yang membara di sini, di dadaku...
“tapi zen, bahkan untuk naik tangga sekolah saja aku merepotkan...”

Dan sejak itu pula aku mulai bisa menerima semuanya dengan lapang dada, aku mulai menyadari seperti yang zen bilang bahwa rayap tak pernah minta di tuntun untuk tahu betapa tanpa sepasang matapun ia bisa membangun sebuah menara.
“tapi zen...tapi zen....tapi zen...” dan semua tapi-tapian itu hilang dengan sendirinya seiring berjalannya waktu dan aku mulai sibuk dengan kegiatan ilmiah disekolah. Aku mulai tak perlu lagi zen bermulut penuh busa untuk menghentikan setiap keluh kesahku.

Suatu kali, saat pulang sekolah zen datang ke rumah ku dan lucunya dia dengan dua penyangga kaki diketiaknya, “hei, zen, apa ini bagian dari semua hal yang kau rencanakan untuk membuat aku senyum tanpa penjepit pipi ?”

Zen tersenyum, “ ini bagian dari hidup...kamu tahu hidup tak pernah berhenti meski sebagian penting darinya tak lagi berfungsi, hem, kamu mengerti..?”

Aku mengangguk lalu tersenyum,”enggak zen, aku nggak ngerti, sekali-kali pake bahasa gaul kek..”
“suatu hari nanti kamu akan mengerti...”.

Ya, sampai dua minggu kemudian dan aku di tugasi Bu mela untuk mengadakan wawancara dengan pasien di rumah sakit blabla. Aku tak pernah mengerti kalimat yang di ucapkan zen saat terakhir kali bertemu denganku, aku tak berusaha mencarinya dan tak juga memohon mohon minta penjelasan kalimatnya itu, tidak ! mungkin dia sibuk, mama bilang ia orang hebat, ia mungkin sibuk !

Sudahlah, jangan-jangan nanti dia tiba-tiba alay dan saat aku memohon-mohon dia malah bilang, ‘mau tahu aja apa mau tahu banget ? kan berabe...

Di rumah sakit blabla, aku nampak benar seperti orang linglung, yah...bingung siapa yang harus ku wawancara, apa aku harus mewawancarai bayi baru lahir dan bertanya, bagaimana rasanya didalam perut ibu ? konyol.

Dan aku putuskan untuk bertanya pada entah siapa, yang duduk dikursi roda dan bertopi pandan yang sedang merenung dijendela besar rumah sakit ini.
“maaf..”aku menyentuh pundaknya perlahan, takut tiba-tiba dia berbalik dan mendorong kursi rodaku kejendela besar sampai kacanya pecah dan aku terbang seperti dulu.

Tidak, ia berbalik dan tidak mendorongku, ia malah membuat ku menjatuhkan papan dada dan pulpen yang ku pegang erat-erat, “kamu ?”
“ceritakan zen, dan mengapa ?! “aku seperti lupa hendak apa aku ke rumah sakit ini, aku tak perlu mewawancarai laki-laki bertopi pandan berkursi roda itu, ia zen !
“kau sudah menemukan jawabannya ray ?”zen lagi lagi tersenyum, ia cukup membuatku terkejut setengah mati.

Tiga hari kemudian aku tak pernah lagi mengharapkan kedatangannya kerumahku seperti biasa, sebenarnya aku takut, tapi aku tak bisa menampakkan betapa aku marah padanya, ia berbohong.

Sepulang sekolah, aku mengunjunginya di kamar blabla no blabla lantai blabla rumah sakit blabla, kau tahu ? sejujurnya aku ingin tertawa melihat kepala zen jadi plontos seperti bakso, tapi sekarang aku ingin menangis.
“zen, apa ini bagian rencana mu membuat aku merasa lebih baik..?” tanpa sadar aku menjatuhkan setetes air yang begitu cepat turun secepat semua kejadian ini.

Zen diam, selang oksigen dihidungnya bergerak sedikit pertanda zen masih mendengar suara ku yang sedikit terisak. Lalu zen berusaha tersenyum dengan susah payah...
“zen, mengapa kau sekuat itu ? kau tak pernah bilang bahwa kau juga sama sakitnya dengan aku...padahal kalau kau bilang, aku pasti akan cepat lebih baik...”

Zen tersenyum lagi, sepertinya bahkan hanya untuk menunjukkan senyum saja ia sulit, tapi aku menyadari tanpa kata-kata dan mulut berbusa, ia telah memberi ku satu kalimat lagi, ‘senyumlah selama kau tak perlu penjepit pipi...’.

Maka, aku mengusap air mataku dan aku bernafas lega, “ terima kasih zen...”.

Kau aneh zen ! kenapa kau begitu bodoh, kau biarkan jasadmu mati tapi kau malah meninggalkan kalimat-kalimat itu disini kau tahu ? kalimat itu takkan pernah hilang dari pikiranku selamanya, kenapa tidak kau bawa saja ? biar suatu saat kau bisa cerita pada semua penghuni syurga ?kau memang abang teraneh yang pernah ku kenal, tapi...

Thanks zen, sekarang aku sudah bisa berdiri tegak...

Kamis, 26 September 2013

Aku Mencintai Ibu

ibu adalah sahabat sejati hanya seorang ibu lah yang akan tetap bersamakita dalam semua kesusahan kesedihan dan saat tergelap dihidup kita,seorang ibu akan terus mendampingin kita by“Amelia R andriani

Perkenalkan aku adalah seorang putri dari keluarga budiman yang terkenal sangat kaya ,ayah ku adalah seorang kepala direktur disalah satu perusahaan yang terkenal di ASIA, aku sangat dimanja oleh ayah ku mungkin karena aku anak pertama kali ya ? semua fasilitas mewah ku miliki bahkan disekolah aku dikenal sebagai cewek yang duper duper tajir selain tajir aku juga memiliki otak yang sangat encer , maka dari itu aku mendapatkan beasiswa di GLOBAL ISLAMIC SCHOOL.
Semua berubah ketika pada saat aku berumur 13 tahun , kecelakaan itu pun merenggut nyawa ayah ku sejak saat itu kondisi ekonomi ku dan ibu ku berubah drastis menjadi pas pas an ..
Aku berasa hidup ku sungguh tidak ada arti nya tanpa seorang ayah , sejak saat itu aku merasa ibu ku adalah penyebab kematian ayah ku tercinta , dan aku mulai membencinya .

Sekarang aku tinggal disebuah rumah susun yang sangat kumuh dan sempit .sungguh aku tidak terbiasa sama kondisi yang seperti ini,
“ nak mau kah kamu membantu ibu berjualan di tepi jalan itu “ Tanya ibu ku

Sebenernya kasian juga sih liat ibu yang berjualan sendirian ditepi jalan tsb tapi mau diapain lagi coba ,aku itu sangat malu dengan keadaan ekonomi ku saat ini mau ditaro dimana muka ini saat orang orang tau kalau aku adalah seorang anak dari ibu penjual pecel ditepi jalan itu.
“ ha? Gak ah ,farrah gamau mah ,farah mau fokus sekolah !! “ tegasku dengan nada marah.
“ baiklah nak kalau kamu tidak mau ,”
*** *** ***

Biasa nya tuh kalau malam malam seperti ini aku bisa tidur nyenyak dengan menyalakan AC ,
dengan hitungan detik pasti aku sudah samoai dialam mimpi , tapi kali ini berbeda SUARA NYAMUK NYAMUK dan udara pengap cukup membuatku tidak bisa tidur uhhh aku sangat benci dengan hidup ku yang sekarang ,aku sangat benci ibu garagara ibu ke salon dan ayah menjemput ibu , ayah jadi meninggal karena kecelakaan mengapa ibu saja yang meninggal.
Sinar mentari menerpa tubuh ini uhhh rasanya aku kurang tidur hari ini . ku tengok kanan kiri ternyata ibu ku sudah tidak ada . mungkin sudah berjualan pecel ? mungkin saja ..

Kuberjalan kaki untuk menuju sekolah tiba tiba saja ku lihat di tepi jalan dekat sekolah ku ada ibu sedang berjualan,dan ibu melihat kearah ku dengan melambaikan tangan dan memanggil nama ku .
Dengan pura pura tidak melihat ku cuek saja tidak merespon sapa’an dari ibu kandung ku sendiri , sebenernya aku sungguh kasihan melihatnya yang masih berumur 32 tahun tubuhnya masih seperti umur 20’an , kulitnya yang dulu putih mulus sekarang agak menggelap karena terkena sinar mata hari saat dia berjual pecel.mata nya yang indah sekarang terlihat ada lingkar hitam dibawah mata nya karena kurang tidur saking sibuk nya dia berjualan mati matian ..
tapi rasa iba ku terhadap ibu terhalang oleh rasa malu ku saat semua orang disekolah ku tau kalau aku mempunya ibu seorang tukang pecel keliling ,. Apalagi kalau musuh ku tau pasti dia akan tertawa menang saat tau itu.

Baru saja aku menghempas kan tubuh ku ke tempat duduk ku ,tiba tiba saja Amelia musuh ku datang dengan memakan pecel buatan ibu ku
“ hmm lezat ya pecel ini baru gua rasain pecel seenak ini loh “
“ emang lo beli dimana mel pecel nya ?” Tanya dinda sahabat baik amel ..
“ itu tuh di ibu ibu ditepi jalan itu , murah tau Cuma 5ribu rupiah “
“ pasti beruntung banget ya mel anak nya si ibu itu bisa makan sepuas nya pecel yang enak itu “
Aduh hati ku dag dig dug derr saat amel dan dinda bicara seperti itu apa jadi nya kalau mereka tau kalau aku adalah anak dari ibu ibu penjual pecel itu , aduh gak bisa kebayangkan malu nya gimana
*** *** ***

Ku lirik jam dinding rumah sudah jam 9 malam ibu belum kunjung dating? Ada apa ya dengan ibu perasaan ku sangat tifak enak.
Tak lama berselamg ibu dating dengan luka dimana mana
“asallamualaikum nak kok jam segini belum tidur ?” Tanya nya dengan senyuman khas nya
“walaikum salam lagi gak mood tidur aja tuh ibu kenapa kok luka ?” Tanya ku sok tidak peduli padhal aku sangat khawatir lihat kondisi ibu sperti itu
“ibu batu saja jadi korban tabrak lari nak. Kayanyanya ibu besok tidak bisa berjualan deh , padahal kan besok hari libur pasti banyak yang mau membeli pecel ibu , farrah mau bantu ibu untuk berjuaalan tidak ?” pinta nya dengan raut wajah yang sangat mengetuk hati ini

Tapi aku gak mungkin dong jualan , apalagi jualan pecel keliling pula mau ditaro mana aduh muka ku , apalagi kalau weekend amel and the genk suka membeli pecel buatan ibu ku
“ aduh maaf bu , farrah kan tugasnya hanya belajar ! jadi farrah gakmau kalau disuruh berjualan keliling . ibu kok manja banget sih bu Cuma luka dikit aja gak jualan ,kita ,mau makan apa bu kalau ibu tidak berjualan ?” tegas ku
“ baiklah nak , ibu saja yang berjualan . sebaiknya kamu tidur nak sudah malam tar kamu sakit “
Ku segera beranjak ke ranjang tidur ku dengan ku tutup muka ku dengan selimut ku dengar suara samar samar ibu sedang menangis .
Sebelumnya selama aku hidup aku tidak pernah melihat nya menangis ,aku sungguh malu pada diri ku sendiri yang sudah melukai hati seorang wanita yang sudah mengandung ku selama 9 bulan , ku lihat ibu sedang berdoa sambil meneteskan air mata . mungkin dia sama dengan ku tidak kuat dengan kehidupan ku yang jauh sangat berbeda dengan dulu
*** *** ***
Pagi pagi sekali aku bangun tidur ku berniat untuk berjualan pecel hari ini ku beranjak dari tempat tidur menuju kamar mandi umum yang ada di lantai bawah

Selesai mandi , kulihat ibu sudah siap siap berjualan dengan membawa semua dagangan nya
“ bu , hari ini biar farrah aja ya yang jualan ?” ucap ku
“ kamu tidak salah nak? Kalau kamu ntar kecapean gimana ? sudah ibu saja ibu kuat kok”
“ tidak nu, lihat ibu sekarang luka ibu itu belum kering ,farrah mohon hari ini saja farrah diziinin buat bantu ibu ya “
“ baiklah tapi dengan syarat ibu juga menemani kamu berjualan “
Ku anggukan kepala dengan tanda aku setuju dengan syaratnya ibu.
Disepanjang jalan aku menyodorkan pecel kepada pejalan kaki yang melintas,tapi tak kunjung ada yang membeli.
Ternyata berjualan seperti ini susah sekali tidak seperti yang aku kira selama ini

Kulihat ada seorang pemuda sedang duduk dibawah pohon , dengan sigap ku hampiri dan ku promosikan pecel buatan ibu ku
“ mas , mau beli pecel gak mas? Ini enak loh ! buatan ibu ku dijamin halal dan bkin ketagihan “
“yaudah deh mb saya beli sat…uu”

Pemuda tsb pun menunjukan wajah nya oalah ternyata dia Chandra seorang pria yang selama ini aku idam idam kan, dengan rasa malu dan canggung aku melanjutkan menawarkan pecel ke Chandra
“eh Chandra kan? Jadi beli gak nih ? ini pecel buatan ibu aku loh , beli dong yayya “ dengan muka melas mohon dan malu ku berhadapan dengan nya
“ loh far? Kok kamu jualan pecel?yaudah deh aku beli 10 kebetulan keluarga ku suka sekali dengan pecel “

Farrah menge;uarkan uang selembar 100 ribu rupiah
“ baiklah ,ini pecel nya. Aduh uang nya besar sekali , belum ada kembalian nya , tunggu kah sebentar ya aku ingin menukarkan uang dulu ke orang lain “

Tibatiba saja tangan ku dipegang erat oleh Chandra
“ tidak usah itu buat mu saja , sungguh aku salut dengan mu far !” ucap nya seraya memuji ku
“ makasih banyak Chandra , maaf ya chan tidak bisa menemai mu aku ingin berjualan dulu “
Ku lihat ibu ku tertawa bahagia dengan sikap ku yang berubah ini dan sesekali ia meneteskan air mata bahagia , dan aku baru menyadari ini adalah hidup . jalani lah semua dengan tegar dan senyuman dan yakinlah bahwa tuhan tidak akan memeberikan cobaan yang melampaui batas kemampuan umatnya 
Sejak kejadian itu aku bertekad untuk merubah sikap ku lebih memandang masa depan dan tidak untuk menengok ke masa lau, karena masa lalu adalah pembelajaran kita untuk menggapai masa depan yang lebih cerah..
Dan mulai sekarang aku berjanji akan terus menjaga ibu ku , sampai mata ini tertutup karena hal yang paling istimewa bagi ku adalah mempunyai ibu yang sesempurna ibu ku :*
You’re my everythings mom , I love you so much mom

sumber:  http://www.lokerseni.web.id/2013/04/aku-mencintaimu-ibu-cerpen-ibu.html#ixzz2g0Ju0Lyu

"IBUKU PAHLAWANKU

Sahabat, siapa diantara kita yang tidak pernah memiliki ibu. Setiap kita pasti memilikinya, meski mungkin ada yang ibundanya telah meninggal. Berikut ini adalah cerita yang dituturkan oleh saudara Ahmad.

Di siang hari yang sangat indah dan cerah sekali secerah perasaan hatiku yang berbunga-bunga, aku berencana untuk berangkat ke bawah untuk internetan di depan ruang SGI. Singkat cerita aku pun duduk di sana dan membuka laptop yang berwarna putih itu, kemudian aku pun mulai mengetik di laptopku tersebut. Berapa menit aku duduk disana, aku tidak menyadari bahwa di sampingku itu ada seorang anak SMAT Ekselensia yang sedang dijenguk oleh Ibunya.
Ketika 10 menit berlalu asalnya aku tidak memperhatikannya, tapi tak tau kenapa hatiku menyuruh untuk memperhatikan si anak dan ibunya tersebut, dan aku pun memperhatikannya tanpa diketahui oleh mereka. Menit silih berganti dengan menit aku melihat Ibu itu terus berbicara sambil mengusap rambut anak karena mungkin sudah lama tidak ketemu sehingga sang ibu tidak henti-hentinya mengelus rambut anak kesayangannya itu dan rasa kangen yang menghantuinya untuk bisa cepat-cepat ketemu dengan anak kebanggaanya kemudian terwujud keinginannya itu.
Lama kelamaan aku perhatikan di dalam percakapan tersebut sang anak menangis aku tak tau alasannya kenapa bisa menangis, tapi aku beranggapan karena sang anak juga kangen banget sama orang tuanya terutama Ibunya. Di dalam kondisi menangis sang Ibu masih terus mengelus rambutnya dan sambil menenangkan hati anak kebanggaanya itu, walaupun agak lama anak itu menangis akhirnya dia pun berhenti dari tangisannya.
Spontan aku teringat wajah-wajah orang yang selalu menyayangi dan mencintaiku setulus hati yaitu orang tuaku terutama Ibu yang telah melahirkan, menyusui dan membesarkan diriku hingga sampai saat ini. Aku berfikir banyak sekali perkataan dan perbuatan yang selalu menyakitimu, maafkanlah dosa anakmu yang tak tau diri ini yang tiap detik, menit bahkan jam selalu melukai perasaanmu, Ibu maafkanlah dosa anakmu yang hina ini dan jasamu gak bisa dibalaskan harta bahkan dunia seisinya sebagai gantinya.

Aku pun ikut sedih dan rasanya hatiku ingin ikut menangis, ingin rasanya aku meneteskan air mata dan menangis tersedu-sedu dipangkuanmu tapi aku tahan dan semua itu tidak mungkin. Aku sayang dan rindu padamu Ibu, I Love You Forever. Aku persembahkan lagu dari Hawari untukmu Ibuku sayang….


------------------------

Bila ada pepatah surga di telapak kaki ibu, mungkin itu adalah gambaran yang paling mulia untuk setiap pengorbanan yang telah beliau lakukan terhadap anak- anaknya. Tak hanya sebagai sosok yang lembut, ibu adalah seorang pendamping yang kuat bagi ayah untuk selalu menyemangati dikala pekerjaan kantor atau usaha sedang pasang surut.

Dimataku, ibu adalah segalanya. Pengorbanan terbesar dalam melahirkanku membuat dirinya mempertaruhkan seluruh nyawa. Bahkan setelah diriku lahir kedunia, ibu dengan penuh kesabaran selalu setia merawat ku sampai besar. Selama hidupnya perjuangan ibu tak kenal lelah, demi membantu ayah, ia pun rela ikut bekerja dari subuh hingga malam. Kadang kita sering membuat ibu bersedih dengan perbuatan yang kita lakukan, dan sering berkata tidak sopan sehingga menyakiti hatinya. Namun, setiap lontaran kata yang menyakitkan tak pernah diingatnya sebagai dendam.

Pendidikan yang lebih tinggi dari ibu terkadang membuat kita menjadi sombong seperti kacang lupa pada kulitnya. Contohnya saja, ketika Ia hanya bertanya bagaimana menggunakan handphone atau sekedar menyalakan DVD. Pemikiran malu dan emosi seringkali terlintas di benak kita. Tapi sadarkah, sikapnya yang tulus dan sabar dalam mengajarkan kita pertama kali membaca dan selalu bertanya kepadanya jika tak mengerti sejak kecil, hingga kita menjadi seorang sarjana merupakan contoh nyata rasa sayang tiada akhir kepada seorang anak.

Hari ini kusadari bahwa dirinya adalah sosok yang paling mulia. Seorang ayah mengajarkan kita bagaimana bertanggung jawab, tetapi seorang ibu yang menunjukan bagaimana cara mencintai dengan penuh cinta kasih. Pintanya tak banyak, hanya hidup rukun dalam bersaudara. Terimakasih untuk setiap doa yang selalu kau panjatkan setiap malam agar kami selalu hidup dalam penyertaan-Nya.

Terima kasih Ibu
sumber :http://www.http://www.lintas.forumdewa.com/2013/03/kumpulan-cerpen-indah-untuk-ibu-tercinta.

Senin, 16 September 2013

Gunung sinabung meletus

Gunung Sinabung meletus, Gunung Marapi bereaksi

Rus Akbar
Senin,  16 September 2013  −  15:21 WIB
Gunung Sinabung meletus, Gunung Marapi bereaksi
Ilustrasi (Dok Istimewa)
Sindonews.com - Letusan Gunung Sinabung di Kabupaten Karo, Sumatera Utara (Sumut), ternyata mempengaruhi aktivitas Gunung Marapi di Kabupaten Tanah Datar dan Agam, Sumatera Barat (Sumbar).

Menurut Ketua Pos Pengamatan Gunung Api Marapi, Badan Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), Warseno, akibat letusan Gunung Sinabung, Gunung Marapi sekira pukul 07.30 WIB, menyemburkan asap tebal setinggi 500 meter. Meski begitu, katanya, peningkatan itu tidak perlu dikhawatirkan.

“Saat ini kondisinya fluktuatif, namun statusnya masih Waspada,” katanya, Senin (16/9/2013).

Sementara itu, Manajer Pusat Kendali Operasi (Pusdalops), Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sumbar, Ade Edward, menerangkan, Sumbar berada di lempeng Patahan Semangko, mulai dari Aceh hingga ke Teluk Semangko, Lampung.

“Patahan itu membentuk Bukit Barisan dan sepanjang patahan tersebut memiliki gunung api, seperti Seulawah Agam, Sorik Marapi, Sinabung, Marapi, Talang, Kerinci hingga Anak Krakatau,” bebernya.

Ade melanjutkan, letusan Sinabung akan memengaruhi ativitas gunung di Sumbar, terutama di sepanjang patahan yang sama. “Biasanya ada peningkatan gunung bersangkutan, namun diminta kepada warga tidak panik, tapi tetap waspada,” ungkapnya.

Saat ini ada tiga gunung api di Sumbar yang berstatus Waspada, yakni Gunung Marapi (2.891 mdpl) statusnya meningkat pada 3 Agustus 2011, Gunung Talang (2.572 mdpl) naik status pada 8 Februari 2012, dan Gunung Kerinci (3.805 mdpl) yang naik sejak 9 September 2.
sumber :http://daerah.sindonews.com/read/2013/09/16/24/783603/gunung-sinabung-meletus-gunung-marapi-bereaksi

Minggu, 08 September 2013

senja di tepi pantai


Senja di Tepi Pantai

 

“Aku menyayangimu seperti halnya, aku menyayangi saudaraku, Ku tak kan Biarkan waktu dan Usia memisahkan persahabatan kita. Ku kan teriakan pada dunia bahwa kau adalah sahabat terbaikku”
Aku masih ingat awal aku bertemu dengan gadis berambut panjang, bermata belo, berbibir tipis dan kulit kuning langsat. Langit berwarna biru bersih, mentari pagi yang menghangatkan badan, kicauan burung yang merdu dan sejuknya alam, Menjadi saksi bisu pertemuan kita. Waktu itu hari kedua aku memasuki Masa Orientasi Siswa di SMP Bunda Citra, saat aku ingin memasuki halaman sekolah aku mendengar teriakan wanita dari seberang jalan SMP Bunda Citra “Hey kamu”, aku merasa teriakan itu tertuju padaku, saat aku menoleh aku melihat seorang gadis sedang mendekatiku di gerbang sekolah yaitu kamu. “Ini” Tiba tiba kau memberiku sebuah dompet berwarna hitam, aku merasa pernah memilikinya!
“Tadi saat kamu turun dari angkutan umum aku melihat dompetmu terjatuh, aku sudah memanggilmu sedari tadi tetapi kau tak menoleh sedikit pun” Jelasnya
“Ohh trimakasih banyak, kau baik sekali, maaf tadi aku tak mendengar kau memanggilku” aku berterimakasih padamu, kau hanya tersenyum manis padaku.
“Siapa namamu?” kau menjulurkan tangan kananmu dan bermaksud berkenalan denganku, Aku pun membalas tangan mungil yang jari jemarinya ramping dan lentik.
“Ikhlas Prasetya, dan namamu?” Jawabku
“Aku Kasih Anggraini” jawabmu “kau sekolah disini juga? murid baru ya?” katamu melanjutkan.
“Iya, sepertinya kau juga murid baru disini!” kataku.
“Wahh kebetulan sekali, berarti kita bisa sering bertemu donk, satu angkatan pula!” jawabmu riang.
Aku mengajakmu berjalan bersama, menyusuri lorong sekolah..
“Apakah kau sudah mendapatkan teman baru di sini?” Aku bertanya padamu.
“Sudah” jawabmu singkat.
“Siapa?” kataku yang senang mendengar jawabanmu dan sedikit penasaran.
“Kamu” jawabmu singkat dan tersenyum manis, senyuman paling indah yang belum pernah aku lihat dari siapapun.
Waktu terus berjalan dan tak terasa aku sudah bersahabat dengan Kasih hampir 3 tahun lamanya dari MOS SMP sampai kelulusan SMP. Hari ini, hari dimana kelulusan diumumkan, seragamku akan berubah menjadi putih abu-abu.
Aku melihat dari kejauhan anak-anak yang sedang bergerombol mengelilingi papan pengumuman, yang aku yakin itu hasil dari nilai ujian. Aku dan Kasih langsung berlari menghampiri kerumunan dan melihat apakah Nomor ujianku dan Kasih terpampang disitu yang artinya aku dan kasih lulus. Jantungku berdegup sangat kencang, keringatku bercucuran, nafasku terengah-engan, aku masih terus memburu nomor ujianku, jantungku terasa berhenti berdetak beberapa saat, tak lama kemudian, aku bersorak kegirangan disusul sorakan teman-temanku yang lain dan tentu juga Kasih, kami semua lulus. Lapangan penuh dengan anak-anak agkatanku yang berhambur dan mencoret-coret baju dengan Pilok, maupun spidol.
Merasa sudah puas dengan merayakan kelulusan di lapangan SMP Bunda Citra, aku mengajak Kasih menuju kantin, siang itu matahari sangat panas, panasnya membakar kulit, aku memesan es teh manis dan Kasih memesan Jus jeruk kesukaannya.
Aku mulai membuka pembicaraan, aku baru sadar sedari tadi Kasih hanya diam saja, matanya menerawang entah kemana.
“Kasih setelah ini kamu ingin melanjutkan ke SMA mana?” tanyaku.
“Aku takkan melanjutkan Sekolah lagi” jawabnya sambil merunduk.
Aku langsung tersendak mendengar jawaban Kasih.
“serius?, Pasti kau sedang bergurau kan? tak lucu gurauanmu itu” balasku
“Aku serius dan amat serius Ikhlas, kau tahu sendiri orang tuaku, ayahku baru saja di PHK, ibuku hanya penjual nasi uduk, aku puya 2 adik yang masih memerlukan pendidikan. Apakah biaya untuk menyekolahkanku cukup? Melihat keuangan keluargaku saja, aku sudah tak sanggup. Aku tak mau merepotkan mereka Ikhlas” jelas Kasih.
Hening beberapa saat, awan hitam mulai menutupi langit, matahari bersembunyi tepat saat aku melihat Kasih mulai menangis, miris memang melihat keadaan Kasih dan keluarganya yang hidup pas-pasan.
“Lalu bagaimana dengan cita-citamu yang ingin menjadi Penulis terkenal? apakah kau ingin mengurungkan cita-citamu dan membatasi pengetahuanmu? Kasih, kau ini termasuk perempuan pandai dan rajin, kau bisa mencari beasiswa untuk melanjutkan sekolah, Jangan biarkan uang menjadi penghambat cita-citamu Kasih” balasku.
Kali ini aku melihat kebimbangan di wajah kasih, kebimbangan yang baru aku lihat dari seorang Kasih yang selalu teguh terhadap pendiriannya.
“Demi semesta yang menghidupiku, Matahari yang menjadi pencerahku, aku amat tak suka jikalau aku harus menghentikan pendidikanku. Malang nian nasibku, tetapi apalah boleh buat, fikiranku sudah buntu ditutupi masalah ekonomi dan masa depanku yang tak tahu apa jadinya nanti” kata kasih yang mulai putus asa.
“Beasiswa? Aku tak pernah berfikir sejauh itu, aku tak pandai, sepandai yang kau fikirkan terhadapku Ikhlas. menulis?, oohh aku tak sanggup pula membayangkan jikalau aku harus mengurungkan niatku untuk menjadi seorang penulis” sambung Kasih.
“Kau sudah bisa menyimpulkan sendiri apa yang kau fikiran Kasih, kini tinggal kau yang menentukan mana yang akan kau pilih, kau belum pernah mencari beasiswa, setidaknya kau bisa mencobanya, aku ingin melihat Kasih yang kuat dan tak gampang rapuh oleh keputusasaan, aku ingatkan sekali lagi jangan biarkan uang menjadi penghambat cita-citamu, masih banyak jalan menuju Roma Kasih, Kau harus pula mengingat pepatah. Berakit-rakit ke hulu, berenang-renang ke tepian, bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian” balasku lagi.

Jam dinding di kamarku sudah menunjukan pukul 00:00 malam, Bulan semakin tinggi, Burung Hantu sudah terdengar suaranya, Kelelawar pun mulai keluar dari sarangnya, tetapi aku tak jua bisa tertidur, karena memikirkan pembicaraan aku dan Kasih siang tadi di kantin. Aku sungguh sedih melihat sahabatku ditutupi kebimbangan. Aku tahu sedari kecil ia memimpikan ingin bersekolah sampai sarjana dan kali ini dia harus menghadapi persoalan yang menjadi penyuram impiannya. Aku ingin melihat Kasih memakai toga dan menjadi penulis terkenal. Mengingat persahabatan yang aku jalin bersama Kasih selama ini, jahat sekali rasanya jika aku membiarkan dan tak melakukan apa-apa saat sahabatku mengalami kesulitan, Tetapi apa yang harus aku lakukan sekarang?

Aku amat beruntung memiliki sahabat seperti Ikhlas yang selalu memberikanku semangat dan kepercayaan. Aku tak ingin mengecewakan Ikhlas. Akupun ingin mengubah kehidupan keluargaku kelak, aku tak mau membiarkan diriku rapuh oleh keputusasaan. Benar kata Ikhlas masih banyak jalan menuju Roma. Baru sekecil ini masalahku masa iya aku sudah menyerah, sementara aku yakin di luar sana masih banyak orang yang lebih menderita dariku dan mereka selalu berusaha. Mungkin aku bisa memakai saran Ikhlas untuk mencari beasiswa dan aku bisa melanjutkan sekolahku tanpa merepotkan orang tua. Aku juga bisa bekerja sambilan sehabis pulang sekolah. Yahhh aku pasti bisa, Terimakasih Ikhlas karena kau selalu ada setiap aku membutuhkanmu.

Liburan panjang kali ini aku mengajak Kasih untuk menikmati indahnya Pantai di waktu senja, sambil menghilangkan sejenak beban fikiran yang aku dan Kasih rasakan.
Semerbak harum air laut merasuk ke dalam hidungku, angin yang menarik-narik rambuatku tak henti-hentinya mengeluh, mataku terus menerawang Pantai yang ada di depanku di temani mentari yang mulai tenggelam di tempatnya, sesekali ku melihat kawanan burung menuju pohon-pohon kelapa yang rimbun di pulau yang ada di bagian timur tempat aku dan Kasih duduk, entah pulau apa namanya. Buih-buih lembut air laut bergoyang di tabrak ombak dan menggelitik kakiku. Tak sengaja mataku mendapati Kasih yang disirami sisa-sisa cahaya mentari yang mulai menghilang, sungguh Elok rupa Kasih.
“Kasih tau kah kau bahwa ini adalah senja terbaik yang pernah aku rasakan seumur hidupku?” kataku sambil menggenggam tangan Kasih
“Entahlah, tapi aku mersakan hal yang sama sepertimu” Kasih membalasnya dengan tangan yang lebih dieratkan padaku
“Memandang agkasa luas, menghirup harum semerbak air laut, dan di temani oleh sahabatku, itu membuatku terbuai akan senja hari ini”
“tau kah kau Ikhlas? Aku menyayangimu seperti halnya, aku menyayangi saudaraku, Ku tak kan Biarkan waktu dan Usia memisahkan persahabatan kita. Ku kan teriakan pada dunia bahwa kau adalah sahabat terbaikku” ucap kasih dengan sungguh-sungguh.
Aku setengah ternganga mendengar perkataan Kasih, aku lalu tersenyum bahagia.
“hahaha… ada satu kejutan untukmu Ikhlas” kata kasih yang membuatku penasaran.
“kejutan apa? Kau membuatku penasaran, ayo cepat katakan” kataku
“hahaha… aku mengajukan Beasiswa untuk masuk ke SMA Negeri Unggulan, seantero negri ini.”
“Serius kau Kasih? Aku sungguh bahagia, amat bahagia jika itu memang benar” kataku yuag tak sedikit percaya
“Masa aku tega membohongimu, kau tak percaya padaku?” balas Kasih yang sedikit cemberut.
Aku tersenyum jahil padanya, ada sedikit senyum mengembang di ujung bibirnya. Lagi-lagi buih-buih air laut menggelitik kakiku, seakan merayuku untuk menikmati air laut saat senja, aku mendorong Kasih hingga ia sedikit terjungkal, setengah pakainnya basah. Aku berlari kecil membiarkan tanganku terbentang. Kutengok Kasih yang sedang berlari memburuku, aku terbahak melihatnya.
Tawaku dan tawanya terlebur menjadi satu, Deburan Ombak di karang, nyanyian para burung, dan angin yang berhembus, menjadi penerus setiap langkah yang aku lewati bersama Sahabatku, Kasih. Air di laut menjadi alur persahabatan yang aku dan Kasih jalani, takkan pernah Habis dimakan waktu.
Cerpen Karangan: Yuli setiawati
Blog: http://yuseesetty.wordpress.com/
Saya mempunyai hobi yang sangat banyak, bermain musik, menulis, membaca buku (komik, Sastra) mungkin karena di SAA diajarkan dan dibiasakan. Saat ini saya sangat menikmati peran saya sebagai Jurnalis muda yang sedang mencari pengalaman. :)

setelah papa pergi


Setelah Papa Pergi

 

Ketika senja tak lagi mampu bertahan, meninggalkan bumi dalam kegelapan, memaksa sang surya tuk menutup hari. Mengukir sepenggal kisah dalam pelupuk mata, menyiratkan keindahan yang palsu. Keindahan yang hanya terlukis kala mentari mulai menyingsing dan berakhir kala sang surya tenggelam di ufuk barat.
Hari yang indah di sekolah ini, seakan begitu cepat berlalu. Keindahan dan kebahagiaannya seakan lenyap setelah aku tiba di rumah. Bergantikan dengan suasana kesedihan dan kemuraman yang begitu menyiksaku. Kehidupanku di sekolah dan kehidupan pribadiku di rumah mungkin berbeda 180 derajat.
Bagiku bukan hal asing lagi melihat ke dua orang tuaku bertengkar dan saling memukul. Entah bagaimana awalnya hingga keluargaku menjadi berantakkan seperti ini. Yang ku tahu semua malapetaka ini di mulai beberapa bulan yang lalu saat aku masih kelas 6 SD dan sedang menjalani UASBN. Beruntung aku masih mendapat nilai yang tidak begitu mengcewakan, hingga aku bisa di terima di sekolah ini. Jika tidak, entahlah…
Semua masalah seakan datang bertubi-tubi, silih berganti tak jemu-jemunya menyambangi bahtera rumah tangga kedua orang tuaku ini. Mulai dari Papaku yang di kabarkan selingkuh, Papaku yang bangkrut karena di tipu oleh temannya, hingga hutang yang membelit keluarga kami, dan masih banyak hal yang lain yang mungkin tak pantas untuk di ceritakan.
Papa menjadi jarang di rumah dan sering pulang malam. Papa menjadi temperamental dan uring-uringan. Pernah suatu malam beliau pulang dalam keadaan mabuk. Entah setan apa yang telah merasuki raga Papaku yang amat ku cintai ini.
Sejak aku kecil sampai tumbuh sebesar ini aku memang cenderung lebih dekat dengan Papa. Papa adalah sesosok Ayah yang begitu sabar, perhatian, penyayang, dan sangat mencintai keluarganya. Hampir tak pernah ku dengar dan ku lihat ucapan serta tindakan kasar darinya. Itulah yang membuatku sangat menyayanginya. Pernah suatu hari aku bertanya pada Papaku, tanya polos seorang anak kecil…
“Papa kalau berantem sama mama kok kalah sih?” Tanyaku polos yang saat itu masih SD.
“Papa gak kalah dek, Papa itu mengalah” Kata Papa membelai rambutku dengan lembut.
Sejak saat itu, aku selalu mengingat kata-kata Papa dan belajar menjadi sosok yang penyabar darinya. Dialah satu-satunya sosok laki-laki yang begitu aku banggakan hingga detik ini. Seburuk apapun ia di mata orang lain, ia tetap Ayah yang terbaik untukku. Ayah yang selalu menjadi penopang hidupku. Ayah yang selalu mengajarkanku arti kesabaran dan kelemah lembutan.
Aku pun belajar menjadi seorang wanita yang kuat, tegar dan tangguh dari Mamaku. Beliau figure seorang ibu yang begitu menjadi sumber inspirasiku, bagaimana pun keadaan keluarganya yang sudah di ambang kehancuran, tak pernah ku lihat Beliau mengeluh dan menangis di depan anak-anaknya. Beliau selalu terlihat tegar meskipun mungkin hatinya menjerit-jerit, menangis tak kuasa menahan beban kehidupan yang begitu berat.
Malam yang telah larut memaksaku untuk segera memejamkan mata, menutup hari ini. Saat ku tengah terbuai akan keindahan alam mimpi, sayup-sayup terdengar keributan pertengkaran orang tuaku yang membuat Papaku kalap dan membanting segala macam benda sebagai pelampiasan emosinya.
Ku coba tuk tegarkan diri, bertahan di kamarku dengan berselimut rasa takut. Ku coba tahan airmataku. Ku coba tuk tegar selayaknya ibuku, tapi aku tetap tak bisa. Raga ini tak mampu menolak teriakkan batin yang begitu memekakan telinga. Tangisku pecah… Ku keluar dari kamar, ku coba tuk berlari sekuat tenagaku menuju ke rumah nenekku yang masih satu lahan dengan rumahku.
Tak bisa ku bendung segala tangisku, badanku bergetar hebat menggigil ketakutan. Tak lama Papa datang menjemputku, membujukku untuk pulang ke rumah.
“Rachel, ayo pulang dek” Rayu Papaku menarik tanganku dengan halus. Bujukkan itu hanya ku balas dengan gelengan kepala. Setelah beberapa menit membujukku Papa akhirnya menyerah. Tak lama berselang Mamaku datang. Mencoba membujukku dengan isak tangis. Melihatnya menangis, tangisku pun kembali pecah.
“Bu, saya udah gak kuat begini terus, Papanya Rachel udah kayak orang kesetanan begitu” Keluh ibukku dengan isak tangis. Nenekku hanya diam membisu. Papa pergi.
Keesokkan harinya Papa pulang, membawa beberapa lembar kertas. Beliau kelihatan begitu sibuk dengan pekerjaannya. Ku perhatikan terus setiap gerakan-gerakan tubuhnya, sepertinya Papa menyadari bahwa sedari tadi aku terus memperhatikannya. Ia mendekatiku, membelai kepalaku dengan lembut.
“Rachel kalau tinggal sendiri sama Papa gak papa ya?” Tanyanya yang membuatku bingung.
“Kok sendiri? Terus Mama sama Adik?” Tanyaku tak mengerti.
“Kalau misalnya Papa sama Mama cerai, Rachel ikut sama Papa aja ya di sini, biar mama pergi sama Adik” Katanya tertahan. aku hanya bisa mengangguk mendengar ucapan Papaku tadi. aku sempat tersentak mendengar kata “CERAI”, Papa Mamaku cerai? Ya Tuhan, kenapa harus berakhir seperti ini…
Sorenya Papa pergi, awalnya aku bersikap biasa saja dengan kepergian papaku, karena memang sudah seperti biasanya belia pergi setelah bertengar dengan ibukku. Namun, satu hari, dua hari, tiga hari ku tunggu tak juga Papa pulang. Hingga akhirnya aku sadar Papa pergi dariku, pergi meninggalkanku dan mungkin takkan kembali lagi. Apa mungkin Papa dan Mama sudah cerai? Ku tepis segala prasangka burukku itu. Gak, gak mungkin Papa sama Mama cerai… Gak mungkin…
Mentari terus berputar mengiringi peredarannya, siang berganti senja, senja berganti kelam, kelam pun menyibak berganti dengan terang. Begitu seterusnya, hari-hari ku lewati tanpa kehadiran sosok Papa di sampingku. Andaikan Mama tau, aku sangat rindu dengan Papa, aku rindu dengan Ayahku. Namun percuma juga aku mengatakannya, percuma aku berteriak, karena Mama takkan pernah tau rengekkan hati kecilku ini.
Dimana… akan kucari
Aku menangis, seorang diri
Hatiku, selalu ingin bertemu
Untukmu, aku bernyanyi
Untuk ayah tercinta
Aku ingin bernyanyi
Walau air mata di pipiku
Ayah dengarkanlah
Aku ingin berjumpa
Walau hanya dalam mimpi
Lihatlah.. hari berganti
Namun tiada seindah dulu
Datanglah, aku ingin bertemu
Denganmu, aku bernyanyi
Airmataku menetes, setiap kali aku menedengar dan menyayikan lagu itu. Lagu yang mengingatkanku tentang sosok ayah yang amat ku cintai dan begitu ku rindukan. Yeah, hanya lewat lagu itu aku bisa mengingat dan mengenang papa. Karena mungkin Mama telah menghapus segala memory tentang Papaku, sepeninggal beliau beberapa bulan yang lalu. Salah satunya dengan meninggalkan rumahku yang sekarang ku tempati dan pindah rumah.
Setelah aku pindah rumah, banyak hal yang berubah dengan kehidupanku. Kehidupan yang seakan dimulai dari nol. Kehidupan yang bagaikan terlahir kembali tanpa kehadiran sosok AYAH di hidupku, kehadiran sosok ayah yang tak pernah ku kenal.
“TAMAT”